Pada jamannya Pentium Dual Core berbasis Wolfdale (teknologi yang
sama dengan Core2 Duo) dengan soket LGA775 mampu merajai pasaran
prosesor di Indonesia. Sampai
kini
pun masih banyak pengguna yang setia menggunakan produk Intel ini.
Apakah ini karena kesetiaan pada tipe prosesor tertentu ataukah karena
keterbatasan dana? Kenyataannya banyak pengguna sistem berbasis soket
LGA775 masih setia dengan sistem dikarenakan mereka merasa tidak
mumpunyai
pilihan (baca: dana) untuk berpindah ke sistem lainnya.

Ketika salah satu komponen dari sistem mereka harus dengan terpaksa
mengakhiri umurnya, solusi yang terpikirkan hanyalah mengganti komponen
tersebut dengan komponen yang sama.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana sebuah sistem yang sudah dinyatakan EOL (
End Of Life)
masih mendapatkan support komponen? Jawabannya adalah permintaan pasar,
selama permintaan barang-barang tersebut masih ada maka pasar akan
senang hati menyediakannya.
The great law of economy at work: Supply and Demand.
Efek dari fenomena ini adalah produk baru yang hadir di pasaran
seakan tidak dilirik. Prosesor baru yang memiliki arsitektur lebih
efisien dan optimal dari pendahulunya dikesampingkan karena keenggan
beralih dari produk lama karena faktor ketersediaan barang dan dana.
Sebuah pendapat yang sedikit tidak masuk akal bukan? Pada artikel ini
kami ingin sedikit menyajikan sebuah eksperimen dimana sebuah sistem
berbasis arsitektur Wolfdale disandingkan dengan sebuah sistem
berbasiskan prosesor Intel generasi ke-2 yaitu Sandy Bridge. Bagaimana
hasil dari pengujian kecil kami ini? Simak artikel berikut ini!
Prosesor “Juara Bertahan”: Pentium Dual Core E5700

Pada saat prosesor LGA 775 merajai pasaran Indonesia, prosesor ini
merupakan salah satu favorit para pedagang di pusat-pusat perakitan
komputer di
Jakarta. Sampai saat
ini E5700 masih menjadi favorit diantara pengguna sistem yang berbasis
Core 2 Duo atau pengguna yang masih mempunyai motherboard socket LGA 775
yang masih bekerja dengan baik.
Prosesor Penantang: Celeron G 550

Kata Celeron memiliki stigma yang cukup negatif dimata pengguna. Jika
kata ini tercantum didalam sebuah prosesor maka pengguna akan berasumsi
bahwa produk yang didapatkan adalah sebuah produk yang lambat. Jika
ditelusuri stigma ini dimulai dari “akal-akalan” penjual komputer di era
Pentium 4. Kala itu mereka menjual produk yang dilabeli Pentium
4-Celeron walaupun sebetulnya prosesor tersebut merupakan Celeron yang
memiliki arsitektur Pentium 4 tetapi dengan spesifikasi yang
sangat-sangat dikebiri. Para pembeli mengharapkan performa dari Pentium 4
tetapi yang didapatkan tidak seperti yang diharapkan. Sejak itulah
Celeron dicap sebagai prosesor yang lambat dan apapun yang menggunakan
label Celeron akan dicap sebagai produk gagal.
Kini Celeron kembali hadir, tentunya dengan arsitektur baru dan
kemampuan yang berbeda dengan pendahulunya. Kali ini Celeron yang kami
hadirkan mengusung teknologi prosesor generasi kedua dari Intel.Walau
mengusung clock speed yang sedikit lebih rendah, tetapi arsitektur yang
digunakan tetaplah Sandy Bridge. Telah terbukti dalam beberapa kali
pengujian arsitektur ini tidak dapat dipandang sebelah mata.
Mengapa kami memilih prosesor ini untuk ditandingkan dengan E5700? Alasannya adalah harga. Berdasarkan
price list
yang dicantumkan toko online di Indonesia prosesor ini dihargai sebesar
500 ribu rupiah dalam keadaan box, jika dalam bentuk tray prosesor ini
diharga sebesar 350-450 ribu. Jika dibandingkan dengan sebuah E5700
dalam keadaan baru dihargai sebesar 600-700 ribu dalam keadaan atau pun
box, maka terlihat perbedaan harga yang lumayan besar. Selisih harga
tersebut bisa dianggap sebagai tambahan dana bagi mereka yang
mempertimbangkan untuk beralih dari sistem LGA 775 ke LGA 1155.
Komparasi Spesifikasi

Jika kita spesifikasi kedua prosesor dapat kita temukan beberapa
persamaan dan perbedaan. Clock speed yang diusung oleh E5700 lebih
tinggi sebesar 400 MHz, ini mungkin dianggap sebagai kelemahan dari
Celeron G550, tetapi perlu diingat bahwa arsitektur yang digunakan
adalah Sandy Bridge. Diantara persamaan yang dimiliki diantara kedua
adalah TDP dan jumlah core yang dimiliki. Keduanya adalah prosesor dual
core yang memiliki TDP 65 Watt.

Perbedaan yang cukup berarti terletak pada GPU terintegrasi yang
dimiliki kedua sistem. Jika Celeron G550 memiliki graphic terintergrasi
yang diwarisinya dari arsitektur Sandy Bridge, walau tentunya dengan
kemampuan yang jauh dibawah GPU terintegrasi yang dimiliki pada prosesor
Sandy Bridge lainnya, maka E5700 tidak memiliki GPU integrasi didalam
prosesornya. Kemampuan GPU terintegrasi pada prosesor ini bergantung
pada GPU yang tertanam didalam chipset motherboardnya.
Chipset: H61 vs G41

Salah satu komponen dari sebuah sistem adalah motherboard. Untuk
pengujian kali ini kami memilihkan motherboard dengan chipset yang tepat
dengan sistem yang akan diuji. Untuk Celeron G550 dipasangkan dengan
chipset H61. Chipset ini kami pilih karena harganya cukup bersahabat
dengan kantong. Untuk sistem berbasis LGA 775 kami pilihkan sebuah
chipset yang cukup populer dieranya yaitu Intel Chipset G41. Chipset ini
memiliki graphic terintegrasi sehingga menjadi padanan yang pas untuk
pengujian ini.
Read More ->>